Kamis, 16 April 2015

PERJUANGAN PEJUANG MERAH PUTIH DI BUMI TIMOR LOROSAE

Peta Negara Timor Leste 
“Selamat pagi Bapa, mau belanja dulu” teriak seorang ibu-ibu berjalan ke wilayah Indonesia dari Timor Leste kepada anggota TNI penjaga pintu perbatasan di Atambua setelah menunjukkan Surat Jalan Laksana Paspor miliknya untuk diperiksa. Suasana sibuk memang selalu terjadi di Atambua, perbatasan Indonesia dengan Timor Timur atau Timor Leste yang merupakan sebuah negara kecil terletak dekat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari Timor Timur, karena Timor Timur pernah menjadi bagian dari NKRI. Pernah menjadi salah satu provinsi di Indonesia ke-27 dengan nama Provinsi Timor Timur. Dibalik lepasnya Timor Timur dari pangkuan Ibu Pertiwi ada sekelumit kisah perjuangan para ksatria bangsa pembela tanah air dan para pejuang intergrasi yang memperjuangkan eksitensi Timor Timur dibawah kibaran Sang Merah Putih.

Sejarah
Pada 1975, Portugal meninggalkan Timor Timur, pada saat itu terjadi pergolakan didalam pemerintahan Portugal dan perang saudara di Timor Timur. Percaturan politik Portugal saat itu didominasi oleh golongan sosialis-komunis yang menginginkan perubahan dalam sistem pemerintahan, termasuk dalam penerapan sistem dekolonisasi. Di tanah Timor Timur (waktu itu Timor Portugis) terdapat beberapa partai yang memiliki perbedaan pemikiran dan tujuan.
  • Uniao Democratica de Timorense (UDT). Diketuai oleh F.X. Lopez da Cruz, UDT merujuk pada resolusi PBB No. 1541 untuk tetap berada dibawan naungan Portugal untuk dapat berdiri sendiri saat sudah siap.
  • Associao Social Democratica Timorense (ASDT) kemudian berganti nama menjadi Frente Revolucionaria de Timor Independente (FRETILIN) dibentuk pada 20 Mei 1974 dengan tokoh-tokoh seperti Nicolau Lobato, F.X. do Amaral, Xanana Gusmao. Pada mulanya Fretilin berkiblat ke Indonesia tetapi kemudian menjadi Komunis-maois.
  •  Associacao Popular Democratica de Timor (APODETI) dibentuk pada tanggal 27 Mei 1974 dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Arnaldo dos Reis Araujo, Jose Osorio Soares, dan Guilherme Maria Goncalves menyetakan integrasi dengan NKRI dengan merujuk pada resolusi PBB No. 1541.
  • Kibur Oan Timor Aswain (KOTA) memperjuangkan pemerintahan yang berbentuk kerajaan atau monarki.
  • Trabhalista diketuai oleh Domingos Pereira dan A. Abrao, merupakan partai buruh yang ingin berasosiasi dengan Australia yang saat itu dikuasai oleh partai buruh.

Suhu politik di Tomor Portugis semakin memanas setelah pembentukan partai-partai tersebut. Dikemudian hari, Fretilin muncul sebagai partai terkuat sebagai akibat coup d’etat yang dilakukan oleh golongan militer yang berhaluan komunis terjadi di Portugal. Situasi semakin memburuk dengan sikap fretilin yang memboikot referendum tahun 1975 di Macau.
Perang saudara Timor Timur  pecah kala UDT melakukan coup d’etat dipimpin oleh Joao Carascalao. Namun, dengan dukungan dari militer, fretilin melaukan counter coup d’etat dan mulai melakukan gerakan untuk melenyapkan lawan politiknya yaitu UDT, KOTA, APODETI, dan Trabhalista. Dalam keadaan terdesak oleh Fretilin, keempat partai mendeklarasikan kemerdekaan dengan bergabung dengan Republik Indonesia melalui Deklarasi Balibo pada 30 November 1975 sebagai bentuk reaksi proklamasi sepihak oleh pihak fretilin.

Para pejuang integrasi
Dalam masa-masa yang genting pasca Deklarasi Balibo timbullah semangat integrasi dari masyarakat Timor Leste, rakyat bahu membahu dengan aparat untuk memulihkan keamanan di Timor Timur, pemerintah pun menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk pembangunan wilayah Timor Timur. Semangat integrasi rakyat dan kepercayaan rakyat terhadap RI, semakin menggebu, laskar-laskar rakyat pendukung Merah Putih menjamur diseantero provinsi.
Semangat masyarakat Timor Timur berintegrasi dengan RI sangat menggebu, selain pendukung dari empat partai, Pemerintah menampung kebulatan tekad masyarakat pro-integrasi dengan mengangkat dan memperbolehkan rakyat Timor Timur mendaftar menjadi pegawai negri maupun tentara serta memberikan hak dan kewajiban yang sama seperti yang dimiliki WNI dimanapun. Salah satu langkah permerintah melalui TNI-AD membentuk satuan organik dibawah komando Kodam IX Udayana yaitu Batalyon Infanteri 744 dan 745 yang berisi putra-putra daerah asli Timor untuk berjuang mempertahankan integrasi Timor Timur. Membentuk kesatuan sipil terlatih untuk kebutuhan keamanan dari gerombolah pengacau keamanan (GPK) seperti Perlawanan rakyat (wanra) dan pamswakarsa.
Pada 1999 Presiden B.J. Habibie membuka jalan pelaksanakan referendum untuk penyelesaian kasus Timor Timur melalui jalan damai dan untuk menghindarkan Indonesia dari sanksi Internasional. Referendum akan diawasi oleh dunia Internasional melalui PBB. Pengumuman hasil referendum yang dilakukan pda 4 september 1999 menetapkan kemerdekaan Timor Timur dan mengubur Deklarasi Balibo 1975. Hasil referendum tersebut mengakibatkan gerakan sukarela dan spontan dari masyarakat pro integrasi yang tersebar di seluruh wilayah Timor Timur yang melahirkan barisan militant prointegrasi seperti Besi Merh Putih (BMP), Pasukan Halilintar, Jati Merah Putih, Kelompok Aitarak, dan lainnya. Pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut melebur dalam organisasi massa bernama Pasukan Pejuang Integrasi (PPI). Anggota-anggota kompi perlawanan rakyat (wanra) dan pamswakarsa yang dipersenjatai secara legal formal, diam-diam bergabung kedalam PPI yang kemudian disebut Barat sebagai “milisi”.
Pada masa pasca jajak pendapat, perjuangan bersenjata tidak lagi relevan seiring dengan hasil referendum yang sudah diumumkan. Untuk memelihara iklim perdamaian di wilayah Timor Timur pemerintah melucuti persenjataan PPI dan prajurit TNI putra Timor. Penyerahan senjata tersebut disaksikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri di Atambua, NTT dari anggota PPI ke pemerintah RI. Untuk memenuhi aspirasi pendukung integrasi, maka dibentuk suatu organisasi untuk menampung pergerakan pendukung integrasi dengan membentuk organisasi bernama Uni Timor Aswain (UNTAS). TAP MPR No. V/MPR/1999 tentang hak kewarganegaraan pendukung integrasi adalah nafas bagi anggota UNTAS yang bersasal dari Timor Timur yang kini sudah merdeka untuk tetap melanjutkan perjuangan. Kegiatan pertama yang dilakukan UNTAS yaitu melakukan Kongres I Biti Bot Timoris pada 26-29 Januari 2000, di Kupang, NTT, untuk mendiskusikan garis besar perjuangan pro-integrasi di masa depan. Dimana kongres tersebut menghasilkan pandangan dimana UNTAS menolah hasil referendum tahun 1999 karena terindikasi terdapat banyak kecurangan seperti pengangkatan local staff UNAMET yang hempir seluruhnya pro-kemerdekaan dan penempatan tempat pemungutan suara (TPS) yang kurang representatif. Selain itu Organisasi UNTAS saat ini masih aktif dalam perjuangnnya di dunia internasional dalam memperjuangkan aspirasinya.

Kesimpulan
Lepasnya Timor Timur bukan merupakan kesalahan siapa-siapa, tidak etis rasanya menyalahkan orang lain sementara diri kita sendiri idak melakukan apa-apa. Lepasnya Timor Timur merupakan suatu pelajaran berharga bagi Indonesia mengenai resolosi konflik kedepannya, contoh konkretnya dapat dilihat pada perjanjian damai antara pemerintah RI antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui perjanjian Helsinski. Lepasnya Timor Timur juga merupakan pelajaran bagi Indonesia mengenai perntingnya persatuan dan kesatuan, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar, terdiri atas berbagai macam suku, bangsa, agama, bahasa, dan budaya yang menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi untuk pecah. Untuk itu penting untuk menanamkan rasa persatuan dan kesatuan bagi seluruh rakyat terutama para generasi muda sebagai penerus atau pewaris Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesadaran dari masyarakat menjadi salah satu aspek penting, sebab dengan kesadaran bahwa aku, saya, beta, anda, kamu, kowe, kon, abdi, ci,  awakmu, dan masih banyak lagi, merupakan satu kesatuan yaitu Bangsa Indonesia. Pembaca yang budiman, semoga tulisan ini dapat semakin menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Refrensi
Araujo, Basilio Diaz: Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Depok. Indie Publishing.2014

Syahnakri, Kiki, Letjen TNI (Purn.): Timor Timur the Untold Story: Jakarta. Kompas Media. 2013


Subroto, Hendro: Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando: Jakarta. Kompas Media. 2009